Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2008

Persaudaraan Bunda Teresa

Di Semarang sudah ada perkumpulan beberapa saudara beragama Katolik, dan menyebut perkumpulan itu sebagai Persaudaraan Bunda Teresa (PBT). Ide berdirinya dicetuskan oleh Romo Subiyanto pr, sebagai roma paroki gereja Randusari, Katedral Keuskupan Agung Semarang dan yang sekarang sedang bertugas 2 tahun di Binjae M edan . Ide sem ula karena melihat ada nya sebuah sekolahan di Ngawen Gunungkidul DIY yang rusak. Maka diundanglah beberapa orang untuk memppersiapan PBT ini. Setiap peserta yang diundang diminta menjawab lewat sepotong kertas, bahwa bersedia datang, tetapi ada juga pilihan mau datang dan mem berikan donasi, atau mau memberi donasi saja. Akhirnya sekitar 40 orang bersedia datang ............ dengan ketua bapak Agus Susanto. Dalam perjalanan waktu, uang sudah terkumpul namun aktififas belum juga terjadi. Setiap kali perayaan ekaristi kami memohon adanya karunia untuk meneladani Bunda Tesera. Setelah romo Bi (demikian dipanggil pindah ke Binjae), moderator di teruskan oleh r

Doa Setelah Komuni

Suatu ketika saya bertanya kepada seorang pemuda, apa doanya setelah menerima Sakramen Maha Kudus, ia hanya menjawab dengan senyuman. Sepertinya ia mengharapkan apa sesungguhnya yang saya lakukan setelah menerima sakramen maha kudus (SMK). Penerimaan SMK merupakan peristiwa yang sangat penting dalam hidupku dan itu terjadi pada tahun 1956. Sejak habis dibatis dengan nama Tarsisius yang sangat merindukan menyambut Tubuh Yesus. Untuk bisa menerima SMK kami menerima pelajaran cukup lama dari Bapak Rafael Parera Almarhum. Ia seorang guru SR kelas 1 dan 2, merangkap guru agama serta juga menenjadi bapak permandian saya. Ketika itu orang tua kami, papa dan mama belum sebagai pengikut Kristus. Dalam keluarga kami, kami anak-anak semua sudah di babtis lebih dahulu baru kemudian bapak. Mama sendiri sudah lebih dahulu dibabtis sebagai pengikut gereja Protestan. Namun sejak kami anak-anak semuanya menjadi Katolik, mama kemudian menemani kami 10 anaknya dan bapak di Gereja Katolik. Saya ma

Mama Sakit Keras

Tanggal 6 Pebruari, pagi pagi adik Ros yang menunggui mama di Oelolok mengabarkan mama (82) sesak napas, kondisinya sangat melelahkan. Desa kecil di pedalaman Timor jauh dari Fasilitas rumah sakit khususnya untuk mendukung pengobatan darurat seperti O2, maka mama dibawa ke Kefamenanu oleh sopir Anyi Kiu Kiupukan. Orang yang berbaik hati membantu mama. Ketika mencapai Maubesi saya mencoba menghubungi Ros, mengabarkan mama baik dalam posisi duduk. Setiba di Kefa langsung mendapat O2, selang berapa waktu mama menjadi sehat. Hari itu, Atik (putri saya) dan Ahoi menantu sudah memesan kamar di rumah sakit, mendapat pavilium yang cukup baik untuk ukuran kota kecil di pedalaman pulau Timor. Dari Kupang Ani, adik saya minta langsung dibawa saja ke Kupang, namun dokter menasehati agar istirahat dulu karena tekanan darah mama 110 dan 190. Besok paginya Ani dan kakak Fie datang dari Kupang, hari itu hari raya Imlek. Suasana di RS menjadi ramai karena banyak anak dan cucu serta keluarga dekat da

Selamat Pulang ke rumah Bapa

Dalam dua tahun terakhir saya sebagai prodiakon sudah mengantar 5 orang tua ke tempat peristirahatan yang terakhir. Bu Kusko termasuk termuda karena meninggal dunia pada usia 67 tahun. Tetapi lainnya berusia diatas 80 tahun. Pagi itu 1 Pebruari 2008 saya mengantarkan Om Loen, dibaptis atas nama Yosef. Beliau meninggal dunia seperti mesin kehabisan bensin, selesai karena usia tua. Beliau mungkin sakit akibat kesedihan yang luar biasa karena ditinggal meninggal dunia isteri tante Cing, ibu Veronika. Cukup banyak yang melayat dan bahkan ada cykup banyak mengantar sampai ke crematorium, menghantar kepergian orang tua berusia 87 tahun ini. Ketika di kamar jenazah saya mengutip amzal dan di tempat kremasi saya memakai bacaan dari Sirak: Seperti halilintar mendahului guntur , begitu juga nama baik mendahului orang yang rendah hati. Jagalah nama baikmu, sebab nama itu tinggal bagimu lebih lama daripada seribu harta emas. Hidup sejahtera terbatas waktunya, tetapi nam

Anak Seorang Koster jadi Bruder

Siang ini iseng saya menghubungi sdr Wijanarko lewat telepon. Ia yang menulis komentar pada artikel "Pengabdian Seorang Koster". Ternyata ia juga seorang yang pernah menjadi misdinar yang aktif. Sebagai umat di paroki filial dari Bongsari maka Gereja kecil ini juga memiliki koster. Dan luar biasa, karena disini tugas koster meliputi sekeluarga. Bapak menjadi koster, lalu anak yang sudah menjadi bruder di Jakarta dan adiknya jugammenjadi koster sekarang sudah menjadi pagawai keuskupan. Nah kita harap pengalaman ini bisa dilulis sdr Wijanarko, memperkaya iman kita. Sebenarnya saya menghubunginya, karena mau mengabarkan, Pak Haryono yang sudah pensiun ada di Sakristi (tulisannya ada di komentar). Ternyata ia dipanggil untuk membantu karena koster katedral sedang ikut test sebagai calon imam dan koster pengganti sedang sakit..... luar biasa orang orang ini. mereka bukan bekerja tetapi mereka melayani dan mengabdi.