Langsung ke konten utama

Persaudaraan Bunda Teresa




Di Semarang sudah ada perkumpulan beberapa saudara beragama Katolik, dan menyebut perkumpulan itu sebagai Persaudaraan Bunda Teresa (PBT). Ide berdirinya dicetuskan oleh Romo Subiyanto pr, sebagai roma paroki gereja Randusari, Katedral Keuskupan Agung Semarang dan yang sekarang sedang bertugas 2 tahun di Binjae Medan. Ide semula karena melihat adanya sebuah sekolahan di Ngawen Gunungkidul DIY yang rusak. Maka diundanglah beberapa orang untuk memppersiapan PBT ini. Setiap peserta yang diundang diminta menjawab lewat sepotong kertas, bahwa bersedia datang, tetapi ada juga pilihan mau datang dan memberikan donasi, atau mau memberi donasi saja. Akhirnya sekitar 40 orang bersedia datang ............dengan ketua bapak Agus Susanto.

Dalam perjalanan waktu, uang sudah terkumpul namun aktififas belum juga terjadi. Setiap kali perayaan ekaristi kami memohon adanya karunia untuk meneladani Bunda Tesera. Setelah romo Bi (demikian dipanggil pindah ke Binjae), moderator di teruskan oleh romo Vikjen J Pujasumarta Pr. Pertama kali kelompok ini bertemu beliau lewat sebuah perayaan ekaristi kudus, menyampaikan visi Bunda Tesera. “Bunda Teresa, bukan melakukan yang besar- besar, tetapi lakukan yang kecil dengan cinta yang besar”. Dan yang membuat sebagian anggota stress adalah ketika rama mengatakan bukan mengumpulkan uang untuk membantu orang lain itu yang paling penting, tetapi meneladani Bunda Tesera dengan menyentuh yang menderita itu lebih penting. Inilah ungkapan yang membuat sebagaian anggota lemas..........

Waktu berjalan, ada juga orang yang perlu dibantu. Jauh- jauh hari direncanakan perlu sesuatu yang meneladani Bunda Tesera. Suatu hari Bu Asep dan Pak Johan, 2 anggota PBT ini melaporkan ada seorang ibu lumpuh dan memelihara seorang anak yang cacat, mendiami sebuah rumah yang sungguh reok, seperti kandang ayam, sebagaimana diberitakan Suara Merdeka. Mereka mendatangi dua orang penderita ini, orang orang di lingkungannya sangat mendukung agar PBT meringankan beban, dengan memperbaiki rumah tersebut. Kemungkinan 2 juta saja sudah menjadi lebih layak untuk didiami. Ternyata setelah rencana itu mau di laksanakan, orang tua yang malang itu terlanjur meninggal dunia. ..... mereka berdua merasa sedih sekali.

Selang beberapa bulan ada usulan mengadakan pengobatan gratis di Pamularsih Semarang. Seorang dokter suami isteri bersedia bekerja sosial untuk maksud itu. Seorang mengusaha farmasi menyiapkan obat lengkap. Seorang pengusaha minuman memberikan sejumlah besar minuman susu. Bapak ibu perkumpulan pijat refleksi dan suakrewalan siap bekerja. Pak Johan menjadi penyiar, menyiarkan aktifitas ini kepada masyarakat di sekitar. Ketika acara sedang berjalan, datang seorang anak remaja, demam dan ketika di periksa ia muntah. Dokter mendiaknosi ia DB, spontan pak Agus Susanto (ketua PBT) minta pak Tri dan pak Johan mengantarkan pasien ke RS Tugu Semarang. Ternyata benar, ia mengidap DB, seandainya tertunda beberapa jam saja jiwanya terancam.

Ternyata pasien ini sudah datang ke rumah sakit, tetapi tidak memiliki kartu kaum miskin sehingga di tolak. Sejumlah lebih dari 200 orang hari itu mendapatkan pengobatan gratis dari PBT.

Pada kesempatan lain, dalam sebuah pertemuan ada lagi ide, bu Asep bertemu seorang pengemis di sekitar pasar Bulu Semarang. Ia mengikuti kemana pengemis itu pulang. Ternyata ia pulang ke stasiun KA Tawang Semarang. ........setelah ditanya- tanya ia mengatakan setiap hari ia pulang ke Kudus, sedangkan rumahnya ada di Juwono, yang belum lama ia beli.

Maka disusunlah sebuah rencana agar ibu ini bisa mendapatkan pengobatan yang layak. Akan mengusahakan agar ibu ini bisa mendapat kartu orang miskin sehingga bisa mendapat pengobatan secara gratis dari pemerintah, rumah sakit pemerintah. Ketika hendak mengurus kartu orang miskin, ternyata ia tak memiliki KTP, padahal persyaratan untuk mendapatkan kartu orang miskin, tetapi juga harus memiliki KK, Kartu Kepala Keluarga mutlak diperlukan.

Mulailah kesulitan demi kesulitan mereka alami. Mendatangi pengurus kelurahan dimana ia tinggal, ia tidak tercatat sebagai penduduk di situ. Ia hanya seorang pengemis. Dengan berbagai cara akhirnya ia memiliki KTP dan KK hanya untuk dirinya sendiri. Iapun diajak mempersiapkan diri untuk berobat. Sebelum ditanya:”Bu mau di obati agar bisa sehat” mau jawabnya.

Untuk masuk membawa ia ke rumah sakit besar seperti Karyadi, bukan hal mudah karena mengambil surat rujukan dari rumah sakit setempat yang lebih rendah. Akhirnya teman kami itu berhasil membawa bu Kasemi ke Semarang.

Sebelumnya Persaudaraan Bunda Teresa sudah memutuskan membiayai sebagian seperti memberikan uang kehidupan bagi yang menunggu. Tetapi sekarang kami gembira karena ibu ini bisa mendapatkan pengobatan gratis.

Dua urusan sudah beres, pertama kartu orang miskin dan ia sudah dibawa ke RS Karyadi. Datang kesulitan lainnya, karena setelah menunggu beberapa hari ia belum mendapatkan kamar. Karena kecapaian iapun suka pergi keluar dari lingkungan RS. Beberapa kali dikunjungi ternytata ibu ini sedang pergi, entahlah, mungkin pergi mengemis atau pulang ke rumahnya. Ketika ditanyakan kepada teman teman di RS, katanya ia pergi ke stasiun Tawang. Pikir bu Asep, ia pulang ke Kudus.

Setelah berusaha dengan berbagai cara akhirnya bu Asep dan pak Johan mendapat kamar di RS Karyadi. Datang lagi kesulitan berikutnya. Ketika dicari ibu ini tidak ada di tempat, ia sudah pergi entah kemana? Kamar yang sudah diinden, sudah lewat satu malam dan suster suster RS marah karena bisa ditegur atasannya. Bu Asep kelabakan mencari, akhirnya diputuskan pergi mencari ke Kudus, namun sebelumnya bu Asep sudah berpesan kepada pak Satpam, agar menahan ibu ini kalau ia datang. Karena menurut pak Satpam, ia suka menunggu dan duduk duduk di pos satpam itu.

”Peburuan” nyaris gagal. Hari sudah malam, mobil sedang menuju Kudus. Rasa kawatir memuncak di dalam hati bu Asep dan pak Johan, dengan perasaan was was mereka mengharapkan bisa menemukan kembali bu Kasemi. Bukankah sudah cukup jauh usaha untuk menyembuhkannya? Menjelang masuk Kudus ada telepon, pak Satpam mengabarkan ”Ibu Kasemi sudah ada di Pos” tolong ditahan dulu pak, pinta bu Asep.

Menjelang jam 12 malam, bu Kasemi dimasukan ke RS, diiringi kemarahan suster-suster RS, karena tidak umum, kamar menunggu pasien seperti ini. Bu Asep akhirnya mengeluarkan kata kunci ”maaf suster, ia orang miskin bukan keluarga kami. Kami hanya ingin membantu agar bisa sembuh”

Setelah masuk RS dan menunggu untuk di operasi, menekukan lagi lambatan, ternyata setelah di test ternyata Hbnya hanya sekitar 6 saja dan ini tidak memungkinkan untuk operasi. Maka pontang pantinglah pak Johan mencari donor. Akhirnya dibutuhkan sampai 8 orang. Tanggal 28 Pebruari 2008, ia bisa mendapatkan pengobatan, dioperasi karena HB sudah lebih dari 10. Ia bergurau dengan yang keponakannya bahwa ia sekarang sehat dan siap untuk dioperasi lehernya. Setelah keponakannya menanda tangani surat persetujuan akhirnya bu Kasemi didorong ke kamar oprasi.

Jam 13:00 saya di telepon bu Asep. Begitu melihat namanya pada mobile phone saya sudah kawatir. Ada berita buruk, dan benar. “Pak, ibu yang kita usahakan di obati sudah meninggal dunia” nada sedih terasa dari ujung telepon sana. Sayapun datang ke RS Karyadi. Saya sempat bersama bu Asep berdoa di depan jenazah. Ia bukan apa apa, hanya seorang manusia ciptaaan Allah. Hendaknya ia pulang dalam damai. Dan memang benar ketika saya menyingkap kain penutup wajahnya ia tampaknya tenang dan damai, pasrah untuk kembali ke haribaan Allah sang pencipta. Di lehernya masih ada darah mengering, tetapi matanya tertutup rapat. Selamat jalan bu Kasemi............

Kendaraan jenazah sudah disiapkan, tinggal menunggu proses administrasinya. Jam 15:00 pak Johan dan pak Tri mengantar perginya seorang pengemis untuk selama lamanya ke Juwono.

29 Pebruari 2008

Injil Markus

12:28 Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?"

12:29 Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.

12:30 Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.

12:31 Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kismis Dry Gin Obat Lutut Sakit

Tiga tahun lalu saya merasa ada yang tidak beres pada lutut.Pikirku paling setelah digoyang goyang akan beres. Ketika berada di Purwokerto, saya jalan pagi, semakin jauh semakin sakit akhirnya trauma tidak berani jalan pagi lagi. Setahun lebih saya tidak berani jalan pagi. Sampai oktober 2010 ada email dari Bapak FX Benny Setiawan.  From: Komunikasi_KAS@yahoogroups.com [mailto:Komunikasi_KAS@yahoogroups.com] On Behalf Of FX. Benny Setiawan Sent: Thursday, October 28, 2010 12:42 PM To: Komunikasi_KAS@yahoogroups.com Subject: [Kom-KAS] Info kesehatan... Resep manjur untuk rheumatik.  Teman saya baru pulang dari berjalan-jalan, bercerita tentang teman serombongan yang menggunakan resep ini, hasilnya sangat bagus. Sekarang dirinya tidak perlu makan obat glucosamine lagi, bahkan berhenti makan obat osteoporosis.  Saya juga pernah membaca di Harian Shi Jie Ri Bao ada orang menulis tentang kesaksian akan keberhasilan resep ini. Secara khusus saya mencari data di jaringan maya, tern

Pengabdian Seorang Koster

“Suatu saat saya minta tolong pak Haryono agar buatkan beberapa rosario . Setelah selesai, ia menyerahkan kepada saya sambil mengatakan maaf romo Bi, mungkin rosarionya kurang rapih. Waktu saya tanya biayanya berapa ia menjawab 'sembah bekti mawon romo” ungkap romo H Subiyanto. DW. Pr pada saat merayakan Ekaristi Kudus bulanan untuk karyawan Katedral. Bertepatan pula, hari itu Bapak Rafael Haryono pension sebagai koster Katedral KA Semarang. Hal yang sama juga pernah dialami romo Sukardi pr, romo Paroki Randusari Semarang. Ia hanya minta dibayar dengan doa saja” demkian rama Soebiyanto mengawali khotbahnya. Rafael Haryono lahir di Sendangsono, 21 Pebruari 1947 dari keluarga sederhana. Ia semula dibawa oleh romo G Natabudyo pr ke Semarang . Mulai bekerja sebagai pegawai di pasturan pada 30 Desember 1969 dan, baru 2 tahun kemudian ditunjuk menggantikan koster lama yang mengundurkan diri. Suami dari Katarina Nurpini Dwiprihatin mengalami pergantian banyak r

Doa Setelah Komuni

Suatu ketika saya bertanya kepada seorang pemuda, apa doanya setelah menerima Sakramen Maha Kudus, ia hanya menjawab dengan senyuman. Sepertinya ia mengharapkan apa sesungguhnya yang saya lakukan setelah menerima sakramen maha kudus (SMK). Penerimaan SMK merupakan peristiwa yang sangat penting dalam hidupku dan itu terjadi pada tahun 1956. Sejak habis dibatis dengan nama Tarsisius yang sangat merindukan menyambut Tubuh Yesus. Untuk bisa menerima SMK kami menerima pelajaran cukup lama dari Bapak Rafael Parera Almarhum. Ia seorang guru SR kelas 1 dan 2, merangkap guru agama serta juga menenjadi bapak permandian saya. Ketika itu orang tua kami, papa dan mama belum sebagai pengikut Kristus. Dalam keluarga kami, kami anak-anak semua sudah di babtis lebih dahulu baru kemudian bapak. Mama sendiri sudah lebih dahulu dibabtis sebagai pengikut gereja Protestan. Namun sejak kami anak-anak semuanya menjadi Katolik, mama kemudian menemani kami 10 anaknya dan bapak di Gereja Katolik. Saya ma