Ada seorang pekerja sukses dalam berkarya. Ia ahli dan memiliki kemampuan kerja
luar biasa untuk menyelesaikan pekerkaan yang dibebankan kepadanya. Ia selalu
mendapat pujian karena hasil kerjanya dikatakan luar biasa. Namun pujian dan
sanjungan yang ia dapat membuat ia tidak rendah hati, tetapi menjadi orang yang
tidak sabaran bahkan bertemparamen. Oleh karena itu dan dalam perjalanan waktu,
ia merasa lelah dan bosan dengan apa yang ia kerjakan. Sekarang saatnya berhenti,
demikian yang ia pikirkan.
Satu hari dengan perasaan lelah dan kesal karena bosan
bekerja ia mendatangi boss yang memberi pekerjaan kepadanya. Pekerjaan yang selama ini telah menghidupkan keluarganya.
Dengan singkat ia mengatakan, niatnya berhenti sekarang juga. Tentu saja boss-nya
kaget atas rencana itu.
Boss mencoba membujuk, sambil menyebut ia sebagai karyawannya yang
sangat dibutuhkan oleh perusahaan, mengapa harus berhenti. "Perusahaan sangat
membutuhkan tenaganya" katanya. Tetapi ia tetap bersikeras, dan mau berhenti karena sudah
bosan bekerja. Karena tidak bisa menahan kehendak karyawannya itu, maka boss dengan menyesalkan akan melepas karyawan yang selama ini sangat ia
butuhkan.
Dengan sangat ia mohon agar karyawannya ini mau bersabar
sebentar karena ia masih mempunya sebuah proyek, yaitu membangun sebuah rumah,
pesanannya terakhir. Dengan permintaan, jadikan ini sebagai hasil karya terakhir di perusahaan ini.
Biar bangunan itu menjadi tanda dan contoh bagi semua karyawan yang masih
bekerja. Kendati dengan rasa tidak senang hati, ia akhirnya mau mengerjakan proyek itu. Tetapi sesungguhnya ia tidak mengerjakan dengan sepenuh hati dan terkesan asal-asal saja.
Sekarang, hanya satu dalam pikirannya. Selesai secepatnya dan berhenti
dari perusahaan itu. Maka dengan tergesa-gesa ia mendatangi lokasi. Tanpa
membersihkan lokasi untuk bangunan itu, ia menimbun saja dengan tanah. Walaupun
ada sisa kayu yang bisa menjadi sarang rayap. Campuran semen dan bahan bangunan
ia gunakan dari sisa-sisa yang ada disekitarnya, bukan bahan kelas satu. Demikian pula bahan kosen asal-asal dari bekas bangunan. Ia
bekerja tidak sepenuh hati, tidak menunjukan hasil asli seperti yang pernah hasilkan.
Dalam waktu singkat, bangunan rumah itu selesai dan bergegas mendatangi boss-nya dan menyerahkan kunci sambil cepat-cepat mau pamit. “Ini
pak, tugas saya sudah selesai, baiklah saya segera berhenti dan mau pergi”
namun boss-nya menahan sambil mengatakan “Hai sobat, tunggu sebentar, anda
sungguh berjasa bagi perusahasaan ini.
Jangan dulu pergi, teman-teman sudah menunggu di aula. Mari kita lakukan
upacaya perpisahan. Hatinya semakin kesal, wajah dan bahasa tubuhnya menandakan
ketidak senangannya. Tetapi ia toh akhirnya ia mau menunggu. Saat perpisahan tiba,
boss mengundang ia naik penggung disaksikan semua karyawan. Dengan perasaan haru bossnya menyampaikan rasa terima kasih atas
kerja baik selama ini. Dan sebagai rasa terima kasih, dengan tulus hati bossnya menyerahkan kunci rumah yang baru selesai dibangun itu kepada karyawan yang
minta berhenti itu. Terimalah ini
sebagai tanda terima kasih dan kenangan
atas prestasi kerja selama ini.
Tentu saja, karyawan yang berprestasi ini, menjadi bingung….. hatinya berjecamuk,… penyesalan menumpuk di
dadanya. "Seandainya saya tahu, rumah ini bakal untuk saya pasti saya akan pilih
semua bahan kualitas nomer satu" tetapi semua sudah terlambat.
Demikian, hidup dan bekerja kita. Jarang orang menyadari
kerja itu adalah ibadah dan mau bekerja dengan sepenuh hati. Kisah ini
bukan hanya cocok untuk inspirasi di kerja keduniaan,
tetapi juga pelita untuk pekerjaan surgawi. Lakukan semuanya dengan sepenuh hati, seperti hari ini adalah hari terakhir dalam hidup. Kita akan memanen apa yang
kita tanam, lebih daripada itu, tanamlah dimana-mana, mungkin kita akan memanen yang ditanam
orang lain. Selamat BER –APP 2013..
Komentar