Langsung ke konten utama

Ibu Yang Luar Biasa

Juga masih di wilayah Pekunden saya menemukan satu lagi pelajaran yang berharga. Seorang ibu, ketika masih bayi, ia terlahir tanpa kulit yang kuat. Warna kulitnya kemerahan, sehingga orang tuanya sungguh memelas (kasihan) memandangnya. Berbagai upaya di cari agar sang bayi bisa berbaring dengan tenang. Ibunya merasanya betapa sakitnya, kulit itu menyentuh kain. Maka dipakailah daun pisang, sebagai alas. Sepanjang usia balita sampai dewasa ia dimanja, semua keinginannya yang tidak diiakan orang lain, artinya orang itu, bukan pihakku.
Suaminya seorang dominan dalam keluarga, sehingga menjadi kebalikan ketika ia masih dalam naungan orang tuanya.

Pasutri (ME=pasangan suami isteri) ini memiliki sepasang anak. Anak-anak dibesarkan, disekolahkan sampai selesai. Setelah tamat kulian, anak pertama seorang putri bekerja di Jakarta. Orang tua yang penuh perhatian dan kasih ini lalu membelikan sebuah rumah di Jakarta. Dalam perjalanan waktu ia menemukan pasangannya dan tak lama kemudian berencana untuk nikah. Dalam perjalanan ke Semarang, mobil yang dikendarai pasangan calon pasutri ini mengalami kecelakaan, sang putri tak tertolong dan akhirnya meninggal dunia dan di perabukan. Abunya di simpan di pekuburan Ambarawa.

Waktu berjalan, ibu ini tetap berperangai seperti anak yang terlahir tanpa kulit yang sempurna. Selang beberapa tahun kemudian (3 tahun?). Karena rumah kami bertolak belakang sering kami berkomunikasi lewat belakang tembok. Suatu hari saya naik keatas atap untuk memperbaiki arah antena TV, sambil mengobrol dengan suaminya. Sorenya isteri saya mengantar makanan ringan dan menurut ceritera dimakan juga oleh suaminya. Pagi hari berikutnya saya mendengar kabar suami dari ibu ini sudah meninggal dunia . Luar biasanya, seru dalam bathinku. Setelah diperabukan, abu disimpan berdampingan dengan sang anak yang sudah lebih dahulu dipanggil ke rumah Bapa.

Lalu ibu ini sekarang hanya tinggal berdua dengan anak lelaki satu satunya. Setelah ditinggal suami, ia menjadi kuat. Ia bergabung dengan ibu- ibu persekutuan doa (PD), rajin membaca kitab suci, sharing pengalaman hidup dan belajar berdoa. Sehingga ketika ada kegiatan di Pekunden Timur, ia menjadi orang baru, aktif memberikan pendapat. Menjadi pengurus wilayah, dan bertugas mengantar undangan. Maka tak jarang ada yang mengatakan tidak menerima undangan, sungguh menyakitkan hatinya. Namun ia menerima sebagai tugas melayani. Ia pernah mengeluh, saya yang mengantar sendiri, wong yang terima pembantunya, kok bilang tidak ada undangan. Suatu mutiara yang saya dapat dari ibu ini adalah:"Pak Martin, kalau tidak aktif di wilayah, nanti mati tidak ada yang melayat lho" Peringatan ini membuat saya berbalik 180 derajat. Saya mau ikut acara-acara gerejani di wilayah. Setelah itu beliau berkampanye agar saya terpilih sebagai prodiakon. Itu terjadi pada tahun 2003, menjadi prodiakon berkat SK Uskup Semarang.

Setahun lalu ia meninggal dunia dalam 67 tahun, jantungnya sudah sangat lemah, tak kuat berjalan. Berkali-kali ia minta agar bisa mati dalam kedaan tudur, akhirnya ia meninggal dunia di rumah sakit. Sore hari, 8 jam sebelum meninggal, kami sempat mengunjungi beliau di rumah sakit. Ia akhirnya juga diperabukan. Semasa hidupnya ia berulang kali menyampaikan agar kalau sudah meninggal dunia, dilarungkan bersama anak dan suaminya. Sekarang sudah terjadi. Dalam rangkuman anak laki satu-satunya, ketiga tempat abu jenazah berada dipangkuannya. Perahu dilayarkan agak ketengah laut, lepas pantai Semarang. Pelan-pelan saya melihat tempat abu diturunkan oleh anaknya (tinggal seorang diri) ke dasar laut, diikuti sejuta perasaan kami semua yang ikut mengantar.

Ibu ini sepertinya sudah mengatur semuanya, ia sudah menitipkan buku doa pengantar abu yang saya pakai. Sekarang saya sadar, ibu- ibu, para janda, mereka memang sudah tua. Kadang kesepian sendirian, juga ketika mengerima Sakramen Maha Kudus. Tidak seperti dulu, kita masih anak-anak. Mereka mendampingi kita menerima SMK, menjaga kita disamping tempat tidur agar tidak terjatuh. Terberkati anak-anak yang setia mendampingi ibu dihari tuanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kismis Dry Gin Obat Lutut Sakit

Tiga tahun lalu saya merasa ada yang tidak beres pada lutut.Pikirku paling setelah digoyang goyang akan beres. Ketika berada di Purwokerto, saya jalan pagi, semakin jauh semakin sakit akhirnya trauma tidak berani jalan pagi lagi. Setahun lebih saya tidak berani jalan pagi. Sampai oktober 2010 ada email dari Bapak FX Benny Setiawan.  From: Komunikasi_KAS@yahoogroups.com [mailto:Komunikasi_KAS@yahoogroups.com] On Behalf Of FX. Benny Setiawan Sent: Thursday, October 28, 2010 12:42 PM To: Komunikasi_KAS@yahoogroups.com Subject: [Kom-KAS] Info kesehatan... Resep manjur untuk rheumatik.  Teman saya baru pulang dari berjalan-jalan, bercerita tentang teman serombongan yang menggunakan resep ini, hasilnya sangat bagus. Sekarang dirinya tidak perlu makan obat glucosamine lagi, bahkan berhenti makan obat osteoporosis.  Saya juga pernah membaca di Harian Shi Jie Ri Bao ada orang menulis tentang kesaksian akan keberhasilan resep ini. Secara khusus saya mencari data di jaringan maya, tern

Pengabdian Seorang Koster

“Suatu saat saya minta tolong pak Haryono agar buatkan beberapa rosario . Setelah selesai, ia menyerahkan kepada saya sambil mengatakan maaf romo Bi, mungkin rosarionya kurang rapih. Waktu saya tanya biayanya berapa ia menjawab 'sembah bekti mawon romo” ungkap romo H Subiyanto. DW. Pr pada saat merayakan Ekaristi Kudus bulanan untuk karyawan Katedral. Bertepatan pula, hari itu Bapak Rafael Haryono pension sebagai koster Katedral KA Semarang. Hal yang sama juga pernah dialami romo Sukardi pr, romo Paroki Randusari Semarang. Ia hanya minta dibayar dengan doa saja” demkian rama Soebiyanto mengawali khotbahnya. Rafael Haryono lahir di Sendangsono, 21 Pebruari 1947 dari keluarga sederhana. Ia semula dibawa oleh romo G Natabudyo pr ke Semarang . Mulai bekerja sebagai pegawai di pasturan pada 30 Desember 1969 dan, baru 2 tahun kemudian ditunjuk menggantikan koster lama yang mengundurkan diri. Suami dari Katarina Nurpini Dwiprihatin mengalami pergantian banyak r

Doa Setelah Komuni

Suatu ketika saya bertanya kepada seorang pemuda, apa doanya setelah menerima Sakramen Maha Kudus, ia hanya menjawab dengan senyuman. Sepertinya ia mengharapkan apa sesungguhnya yang saya lakukan setelah menerima sakramen maha kudus (SMK). Penerimaan SMK merupakan peristiwa yang sangat penting dalam hidupku dan itu terjadi pada tahun 1956. Sejak habis dibatis dengan nama Tarsisius yang sangat merindukan menyambut Tubuh Yesus. Untuk bisa menerima SMK kami menerima pelajaran cukup lama dari Bapak Rafael Parera Almarhum. Ia seorang guru SR kelas 1 dan 2, merangkap guru agama serta juga menenjadi bapak permandian saya. Ketika itu orang tua kami, papa dan mama belum sebagai pengikut Kristus. Dalam keluarga kami, kami anak-anak semua sudah di babtis lebih dahulu baru kemudian bapak. Mama sendiri sudah lebih dahulu dibabtis sebagai pengikut gereja Protestan. Namun sejak kami anak-anak semuanya menjadi Katolik, mama kemudian menemani kami 10 anaknya dan bapak di Gereja Katolik. Saya ma