Salah satu ibu yang setia menerima Sakramen Maha Kudus di rumah adalah Tante Ely. Ibu 82 tahun ini sangat menderita karena susah berjalan, karena pada persendiannya tumbuh tulang seperti jarum yang menusuh-nusuk kalau beliau berdiri. Walaupun demikian ia tampak manis, senyum dan bergairah menerima SMK.
Ia baru dalam beberapa 2 bulan terakhir tidak ke gereja karena di tinggal meninggal dunia sang suami tercinta Om Jhon. Ketika masih lengkap sebagai pasutri, pasangan ini menjadi contoh karena saling menolong untuk sampai ke gereja. Kalau sempat di jemput anak- anak mereka pergi dengan mobil namun kalau tidak, maka mereka tetap ke Gereja menggunakan becak.
Semasa hidupnya, sampai usia menjelang 80 tahun pak Jhon adalah umat yang saleh dan aktif sebagai prodiakon, dan terakhir sampai usia 80 tahun beliau menjadi penghitung uang kolekte. Sampai usia 82 tahun bahkan beberapa jam sebelum malaekat Allah menjemput beliau, ia masih naik Vespa, bukti kasihnya kepada sang isteri yaitu mengantar uang arisan ibu-ibu di wilayah Pekunden.
Kembalinya Pak Jhon ke rumah Bapa, mengagetkan umat yang mengenalnya. Bukankah pak Jhon, kemarin masih tampak sehat, masih ke Gereja, bukankah tadi jam 09:00 masih naik Vespa. Bukanlah yang nampak lemah tante Ely. Sumua yang mengenalnya merasa heran. Saya sempat berniat, mengunjungi beliau, tetapi terlambat 1 hari.
Kepulangan pasangan hidup yang 2 tahun lalu merayakan pesta emas pernikahan mengoncang jiwa tante Eli. Sebagai prodiakon pengantar jenazah saya menyaksikan, ketika mendampingi peti jenazah sampai ke tempat perabuan tante Ely tanpak bisa-biasa saja, sepertinya bisa menerima peristiwa ini. Akan tetapi setelah itu, memori ibu yang sekarang sendirian ditinggal kekasihnya blank, terhapus.
Ia sangat kehilangan. Saat saat indah bersama pak Jhon sekarang tinggal kenangan. Ketika da doa rosario, pedalaman iman, kedua psangan ini selalu hadir berdua. Karena sudah berjalan maka pak Jhon selalu menuntun, dan duduk disampingnya. Setia mengatur jam minum obat, memijat kaki yang ngilu, bangun pagi untuk memasuk nasi dan bergoncangan Vespa ke Gereja.
Putrinya yang sekarang mendampingi berceritera tante Ely mengatakan:"Muna, coba telepon papi, kok lama tidak pulang- pulang" Atau ketika bangun dari tidur, bertanya papi mana"
Ketika hari minggu saya menerimakan SMK, beliau tersenyum, bernyanyi Aku rindu dan sama-sama menutup dengan Sobat dari Galilea dan Tuhan Yesus sembuhkanlah kami, orang buta orang congkak hati, dari mati hidupkanlah kami dari sakit sembuhkanlah kami, Tuhan Yesus. Karena ini merupakan tempat terakhir, dan tidak ada lagi SMK yang kubawa, maka saya sempat berbincang- bincang dan saya katakan:"Tante Ely . Ini picis kenang kenangan dari Om Jhon" Picis adalah tempat penyimpanan SMK kalau mengantar ke orang sakit.
Ia baru dalam beberapa 2 bulan terakhir tidak ke gereja karena di tinggal meninggal dunia sang suami tercinta Om Jhon. Ketika masih lengkap sebagai pasutri, pasangan ini menjadi contoh karena saling menolong untuk sampai ke gereja. Kalau sempat di jemput anak- anak mereka pergi dengan mobil namun kalau tidak, maka mereka tetap ke Gereja menggunakan becak.
Semasa hidupnya, sampai usia menjelang 80 tahun pak Jhon adalah umat yang saleh dan aktif sebagai prodiakon, dan terakhir sampai usia 80 tahun beliau menjadi penghitung uang kolekte. Sampai usia 82 tahun bahkan beberapa jam sebelum malaekat Allah menjemput beliau, ia masih naik Vespa, bukti kasihnya kepada sang isteri yaitu mengantar uang arisan ibu-ibu di wilayah Pekunden.
Kembalinya Pak Jhon ke rumah Bapa, mengagetkan umat yang mengenalnya. Bukankah pak Jhon, kemarin masih tampak sehat, masih ke Gereja, bukankah tadi jam 09:00 masih naik Vespa. Bukanlah yang nampak lemah tante Ely. Sumua yang mengenalnya merasa heran. Saya sempat berniat, mengunjungi beliau, tetapi terlambat 1 hari.
Kepulangan pasangan hidup yang 2 tahun lalu merayakan pesta emas pernikahan mengoncang jiwa tante Eli. Sebagai prodiakon pengantar jenazah saya menyaksikan, ketika mendampingi peti jenazah sampai ke tempat perabuan tante Ely tanpak bisa-biasa saja, sepertinya bisa menerima peristiwa ini. Akan tetapi setelah itu, memori ibu yang sekarang sendirian ditinggal kekasihnya blank, terhapus.
Ia sangat kehilangan. Saat saat indah bersama pak Jhon sekarang tinggal kenangan. Ketika da doa rosario, pedalaman iman, kedua psangan ini selalu hadir berdua. Karena sudah berjalan maka pak Jhon selalu menuntun, dan duduk disampingnya. Setia mengatur jam minum obat, memijat kaki yang ngilu, bangun pagi untuk memasuk nasi dan bergoncangan Vespa ke Gereja.
Putrinya yang sekarang mendampingi berceritera tante Ely mengatakan:"Muna, coba telepon papi, kok lama tidak pulang- pulang" Atau ketika bangun dari tidur, bertanya papi mana"
Ketika hari minggu saya menerimakan SMK, beliau tersenyum, bernyanyi Aku rindu dan sama-sama menutup dengan Sobat dari Galilea dan Tuhan Yesus sembuhkanlah kami, orang buta orang congkak hati, dari mati hidupkanlah kami dari sakit sembuhkanlah kami, Tuhan Yesus. Karena ini merupakan tempat terakhir, dan tidak ada lagi SMK yang kubawa, maka saya sempat berbincang- bincang dan saya katakan:"Tante Ely . Ini picis kenang kenangan dari Om Jhon" Picis adalah tempat penyimpanan SMK kalau mengantar ke orang sakit.
Komentar